Pembelajaran Sosial Emosional: Apa, Mengapa, dan Bagaimana?
Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) bukanlah praktek pembelajaran yang dapat dikatakan baru. Di berbagai belahan dunia, integrasi pembelajaran sosial emosional di ruang kelas ini sudah diterapkan sejak lama sebagai pendamping pembelajaran akademik di sekolah-sekolah mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Akan tetapi, dalam konteks pendidikan di Indonesia, PSE belum dapat dikatakan sebagai model pembelajaran yang secara umum dipraktekkan. Tulisan ini ditujukan untuk mengupas apa yang dinamakan dengan Pembelajaran Sosial Emosional, mengapa praktek pembelajaran ini penting dan relevan dalam konteks pendidikan di Indonesia, dan bagaimana langkah-langkah penerapannya.
Pengertian Pembelajaran Sosial Emosional: Kerangka CASEL
Komponen-komponen ini mencakup berbagai kemampuan seseorang terkait dengan kompetensi sosial emosional. Komponen Kesadaran Diri mencakup kemampuan seseorang dalam mengintegrasi identitas personal dan sosial, identifikasi kemampuan personal, kultural, dan linguistik, mengidentifikasi emosi, menguji prasangka dan bias dan seterusnya. Komponen Pengelolaan Diri mencakup kemampuan dalam mengelola emosi, mengidentifikasi strategi pengelolaan stress, menerapkan keterampilan perencanaan dan organisasional, dan lain sebagainya. Kesadaran sosial mencakup kemampuan mengenali kekuatan orang lain, berpikir dalam perspektif orang lain, memahami dan menunjukkan rasa terima kasih dan seterusnya. Kemampuan Berinteraksi Sosial mencakup kemampuan berkomunikasi secara efektif, membangun hubungan positif, menyelesaikan masalah secara kolaboratif dan konstruktif, dan seterusnya. Kemampuan mengambil keputusan bertanggung jawab meliputi kemampuan seseorang dalam mendemosntrasikan keingintahuan dan keterbukaan, mengambil keputusan yang masuk akal sesudah menganalisa informasi, data, dan fakta, berpikir kritis, dan mengantisipasi serta mengevaluasi konsekuensi atas keputusan yang diambil.
Signifikansi dan Relevansi PSE dalam Konteks Pendidikan Indonesia
Pembelajaran Sosial Emosional di Indonesia belum diterpkan secara menyeluruh. Praktek PSE di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat sporadis. Hal ini terjadi diakibatkan karena berbagai faktor seperti kompetensi akademik yang masih mendominasi yang ditunjukkan melalui konten kurikulum, praktek pengajaran, hingga assesmen dan evaluasi. Faktor lainnya juga yaitu kurangnya pembahasan tentang pembelajaran sosial emosional di perguruan tinggi yang mencetak calon-calon guru. Padahal, penerapan PSE sangat signifikan dan relevan dalam konteks pendidikan di Indonesia. Tujuan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah ‘menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat’. Tujuan ini selaras dengan tujuan PSE yaitu agar peserta didik mampu mencapai kebahagiaan dan keberhasilan dalam hidup dengan keseimbangan antara kompetensi akademik dan sosial emosional.
Tujuan pendidikan nasional menurut Ki Hajar Dewantara tersebut dapat dicapai dengan penerapan PSE dimana peserta didik dididik agar tidak hanya menjadi individu yang cerdas secara akademik akan tetapi juga menjadi individu yang pandai dalam mengenali dan mengelola emosi, pandai dalam membangun hubungan sosial, dan cerdas dalam pengambilan keputusan. Komponen-komponen PSE berdasarkan kerangka CASEL juga sangat relevan dengan tujuan dan pedoman pendidikan Indonesia dimana peserta didik diharapkan dapat menjadi pelajar yang memiliki Profil Pelajar Pancasila.
Penerapan PSE juga dapat menjadi strategi sekolah dalam memastikan well-being peserta didik sehingga proses belajar yang dialami di sekolah dan di luar sekolah menjadi sebuah proses konstruktif dan menyenangkan. PSE dapat mengurangi stress dan tekanan yang dialami dalam proses belajar sehingga membantu peserta didik menjadi individu yang memiliki sikap positif baik terhadap diri maupun terhadap orang lain dalam berkehidupan sosial. Hal ini terjadi karena penerapan PSE berorientasi pada kondisi dan well-being siswa sehingga konsep pembelajaran yang berpihak pada siswa dapat diterapkan dan tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Pendekatan komunikasi asertif yang diterapkan dalam PSE ini juga dapat menjadi pintu masuk bagi guru dalam mengeksplorasi kebutuhan-kebutuhan belajar siswa dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi.
Penerapan PSE yang konsisten dan menyeluruh di sekolah juga dapat mengarah pada terbentuknya budaya positif di sekolah. Sikap dan kemampuan berkomunikasi positif yang dimiliki guru dalam menerapkan PSE ini dapat membangun kepercayaan diri, membangun rasa aman dan nyaman pada peserta didik sehingga terbentuknya sekolah sebagai sebuah ekosistem belajar yang sehat dimana dialektika dan berpikir kritis dikedepankan dapat tercapai.
Dengan keselarasan PSE dengan tujuan pendidikan nasional dalam kerangka pemikiran Ki Hajar Dewantara, kekuatan PSE yang dapat membantu dalam melahirkan pelajar dengan Profil Pelajar Pancasila, kemampuan PSE dalam membantu guru dalam memetakan kebutuhan siswa dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran yang berpihak pada siswa, orientasi PSE sebagai strategi dalam pembentukan budaya positif di sekolah, serta tujuan PSE dalam memastikan well-being siswa terjaga, maka dapat dikatakan penerapan PSE sangat perlu diterapkan secara menyeluruh di Indonesia dan sangat relevan dengan tujuan pendidikan nasional Indonesia.
Strategi Penerapan Pembelajaran Sosial Emosional
Dalam menerapkan PSE, terdapat berbagai macam teknik yang dapat dilakukan. Teknik-teknik ini dapat diterapkan dalam 3 ruang lingkup yaitu Rutin, Terintegrasi dalam Mata Pelajaran, dan Protokol. Penerapan PSE secara rutin merupakan penerapan PSE yang terjadwal misalnya kegiatan rutin yang dilakukan di sekolah seperti kegiatan membuat lingkaran pada pagi hari dimana masing-masing siswa menulis atau menyampaikan apa yang akan dicapai selama belajar pada hari tersebut. PSE terintegrasi mata pelajaran dapat dilakukan di sela-sela penyampaian materi misalnya dengan diskusi kasus atau diskusi penyelesaian masalah secara berkelompok. Sementara lingkup Protokol adalah penerapan PSE yang sudah menjadi kegiatan sekolah yang sudah menjadi sebuah tata tertib dan kebijakan sekolah yang berkaitan dengan PSE dan dilakukan secara mandiri oleh peserta didik misalnya membangun hubungan sosial yang positif, penyelesaian masalah tanpa kekerasan dan lain sebagainya.
Beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam menerapkan PSE diantaranya adalah teknik STOP (Stop, Take a deep breath, Observe, dan Proceed), PSE berbasis Mindfulness, identifikasi perasaan baik secara lisan maupun tulis dalam bentuk jurnal diri, membuat puisi aktrostik, membuat kolase diri, memriksa perasaan diri, menuliskan ucapan terima kasih bisa dalam bentuk surat yang ditujukan kepada orang terdekat atau orang lain, mengidentifikasi emosi dapat dilakukan dengan dipimpin guru secara lisan dengan beragam teknik, mindful eating yang biasanya dapat diterapkan di kelas rendah atau SD, mencari teman baru, mengenal situasi menantang, menyadari kondisi tubuh (Body scanning), kegiatan menulis surat, kegiatan role play atau bermain peran secara aktif, atau kegiatan menulis pengalaman dalam berdsikusi secara berkelompok. Teknik-teknik yang disebutkan di atas merupakan beberapa dari banyak cara yang dapat dilakukan guru dalam menerapkan PSE. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan, tujuan, kompetensi sosial emosional yang ingin dilatih, dan sesuai dengan jenjang pendidikan peserta didik.
Penutup
Pembelajaran Sosial Emosional merupakan pembelajaran yang bertujuan melatih kompetensi sosial emosional peserta didik sehingga tercapai keseimbangan antara kompetensi akademik dan sosial emosional yang dapat mengantarkan mereka menjadi individu-individu yang selamat dan bahagia. PSE sangat relevan dan perlu diterapkan di Indonesia secara menyeluruh, tidak hanya secara sporadis di beberapa institusi pendidikan yang sudah mengenal konsep PSE lebih dulu karena penerapan PSE sangat selaras dengan tujuan pendidikan nasional dan cita-cita pendidikan Ki Hajar Dewantara dan dapat membantu dalam mencetak pelajar Indonesia dengan Profil Pelajar Pancasila. Dalam menerapkan PSE, guru dapat menggunakan berbagai macam teknik yang disesuaikan dengan kebutuhan, tujuan pembelajaran, kompetensi sosial emosional yang ingin dilatih, dan jenjang pendidikan peserta didik yang diajarkan dimana guru dapat mendesain sendiri atau memodifikasi teknik-teknik PSE yang tepat.
[1] Elias, M. J., Zins, J.E., Weissberg, R.P., Frey, K.S., Greenberg, M.T., Haynes, N.M., Kessler, R., Schwab-Stone, M.E., & Shriver, T.P. (1997). Promoting social and emotional learning: Guidelines for educators. ASCD.
Post a Comment for "Pembelajaran Sosial Emosional: Apa, Mengapa, dan Bagaimana?"
Terimakasih. saran dan kritik. salam LED Sulbar
Post a Comment