Langkah di Tengah Derasnya Hujan by Alhaya Danyah Putri Ilham
VIII Merkurius
Membuat cerita pendek (berlandaskan fiksi)
Langkah di Tengah Derasnya Hujan
Langit sore kala itu memancarkan nuansa kelabu, seolah mendengar gejolak dalam hati Nebulanya, perempuan dengan tubuh sayu dengan langkah kecil berjalan di tengah mendungnya cuaca. Tetesan hujan mulai jatuh, pertama dengan perlahan, kemudian semakin deras, menyapu jalanan kota yang sudah mulai lengang. Nebulanya berjalan cepat di trotoar, payung di tangannya nyaris terbang diterpa angin kencang. Tetapi, bukan hujan yang membuat hatinya basah, melainkan kata-kata yang baru saja terucap dirumah.“Ibu, Bulan enggak mau terus hidup seperti ini! Selalu berantem, selalu cemas, selalu takut, semuanya bercampur aduk. Nebulan juga manusia, Bu. Bisa capek!”
Teriakan itu masih menggema di telinganya. Ia merasa lelah dengan segala ketegangan yang terjadi di rumah. Setiap hari, ibunya selalu terburu-buru, marah marah karena masalah yang tak pernah ada hentinya. Ayahnya? Entah dimana. Sudah lama pergi, membawa berjuta-juta alasan yang tidak bisa dipahami. Nebulanya seperti terperangkap dalam dunia yang tak bisa ia kontrol.
Di tengah hujan yang semakin deras, Nebulanya melangkah tanpa tujuan yang jelas. Ia hanya ingin pergi, mengindar dari rumah yang terasa seperti neraka baginya. Namun, langkah kakinya terasa berat. Rasa marah dan kecewa berkecamuk di dalam hati, bercampur dengan rasa takut yang tak pernah ia tunjukkan pada siapapun.
Hujan membuat semuanya terasa lebih sunyi. Nebulanya berhenti sejenak di depan sebuah warung kecil yang terlihat terang, menyandarkan tubuh pada tiang yang ada di situ. Ia melihat orang-orang berlalu lalang, sebagian mencari tempat berteduh, sebagian lagi berjalan dengan tenang meskih air hujan telah membasahi seluruh tubuhnya.
Ia merasa seperti orang asing di dunia yang sibuk ini. Tak ada satu orang pun yang bisa ia ajak bicara. Tak ada saupun orang yang bisa ia harapkan. Hanya ada dirinya sendiri, terombang-ambing di tengah derasnya hujan, memendam segala kesedihan dalam diam.
Tiba-tiba, seseorang muncul dari balik hujan, berjalan pelan ke arahnya. Nebula menoleh, ia melihat seorang lelaki tua dengan jaket usang, wajahnya penuh kerut, namun matanya tajam penuh cerita. Lelaki itu berhenti di sampingnya menatap ke depan, seakan tak peduli dengan hujan yang membasahi sekujur tubuhnya.
“Lama tak hujan seperti ini, ya?” kata lelaki itu, suaranya tenang dan mendalam.
Nnebulanya hanya mengangguk pelan. Ia merasa aneh. Mengapa orang ini bisa begitu tenang, padahal hujan begitu deras? Seolah lelaki itu tidak merasa takut atau terpengaruh oleh apapun.
“Kadang, hidup kita seperti hujan ini,” lanjut lelaki itu sambil menatap ke arah jalan yang basah. “Kita berjalan, berusaha bertahan, meskipun cuaca tak selalu bersahabat. Hujan datang, membuat semuanya jadi gelap. Tapi dia tak akan selamanya ada. Suatu saat, hujan akan berhenti dan kita bisa melihat kembali keindahan yang tersembuyi.”
Nebulanya menatap sayu pada lelaki itu, merasa ada sesuatu yang mengena di hatinya. Ia terdiam sejenak, mencerna kata kata itu. Mungkin selama ini, ia terlalu fokus pada hujan yang terus-menerus turun dalam hidupnya. Masalah yang tak kunjung selesai, kekosongan yang mengisi hari harinya, perasaan terjebak dalam ketidakpastian. Tapi mungkin, seperti hujan yang akhirnya berhenti, hidupnya pun bisa kembali menemukan cahaya.
“Aku.. aku merasa lelah,” Nebulanya mengaku, akhirnya membuka suara.
Lelaki tua itu menoleh dan tersenyum, seolah memahami apa yang sedang dirasakan Nebulanya. “Semua orang merasa lelah, Nak. Tapi ingat, kamu punya pilihan untuk melangkah. Hujan akan terus datang, mungkin lebih deras, mungkin lebih lama, tapi kamu yang menentukan bagaimana kamu bertahan dan berjalan melewatinya.”
Kata kata pria itu sederhana, namun entah kenapa bisa menenangkan perasaannya yang kacau. Kata kata pria itu mengingatkannya pada sesuatu yang selama ini ia lupakan-bahwa ia memiliki kekuatan untuk memilih. Untuk tetap melangkah, untuk tidak menyerah, meski segala sesuatunya terasa berat.
Lelaki itu mmberi isyarat untuk melanjutkan langkahnya. “Kamu tidak sendirian. Setiap orang punya perjalanan masing-masing. Yang penting adalah bagaimana cara kita menyikapinya. Jangan biarkan hujan deras ini menghalangi langkahmu.”
Nebulanya menatap lelaki itu sejenak, lalu mengangguk perlahan. “Terimakasih.” Katanya dengan suara yang sedikit lebih lega.
Dengan langkah yang lebih mantap, Nebulanya melanjutka perjalanan. Hujan mungkin belum berhenti, tetapi entah mengapa, kini ia merasa sedikit lebih kuat. Setiap tetes hujan yang mengenai kulitnya terasa seakan memberi kekuatan baru. Ia tahu, jalan hidupnya tak akan selalu mudah, tetapi ia tak takut lagi untuk melangkah, bahkan jika hujan kembali turun.
Seperti lelaki tua itu katakan hujan memang datang dan pergi. Apa yang penting adalah bagaimana kita terus melangkah, di tengah hujan, menuju tempat yang lebih terang, dimana harapan menanti di ujung perjalanan. Sabithara Nebulanya Prateesa, perempuan berusia enam belas tahun yang di timpa banyak masalah di hidupnya, belajar banyak hal di tengah hujan yang tak kunjung reda itu. Ia belajar bahwa tak ada perjalalanan yang benar benar mudah. Ada saatnya kita harus melangkah meski segala sesuatunya tampak gelap, bahkan ketika kita merasa sendiri dan tak mampu melanjutkan.
Sekian, Terimakasih
Post a Comment for "Langkah di Tengah Derasnya Hujan by Alhaya Danyah Putri Ilham"
Terimakasih. saran dan kritik. salam LED Sulbar
Post a Comment